- Home »
- Nilai-Nilai Pendidikan dalam Surat al-Kahfi
Unknown
On Sabtu, 12 Desember 2015
Nilai-Nilai
Pendidikan dalam Surat al-Kahfi
Oleh: Shoimatul Ula
Surah Al Kahfi merupakan urutan surah ke 18 di dalam al qur’an. Termasuk
surah Makkiyah dan terdiri dari 110 ayat. Dinamakan Al Kahfi, yang artinya gua,
dan “Ashabul Kahfi” adalah penghuni-penghuni gua. Kedua nama itu diambil dari
cerita yang terdapat pada ayat 9-26, tentang beberapa pemuda yang tidur dalam
gua selama bertahun-tahun. Selain cerita tentang para pemuda tersebut, surah Al
Kahfi juga menceritakan tentang peristiwa pertemuan keilmuan antara Nabi Musa
dengan Khidir.
Bertolak dari peristiwa pertemuan antara Nabi Musa dan Nabi Khidir yang
diceritakan dalam QS. Al Kahfi, maka senyatanya terdapat benang merah yang
dapat dikorelasikan dengan konteks pendidikan. Apabila ditilik lagi, peristiwa
antara kedua Nabi tersebut yang terdapat hubungan antara guru dan murid;
pendidik dan peserta didik maka setidaknya dapat disimpulkan, bahwa terdapat
komponen penting dalam pendidikan, antara lain:
Tujuan Pendidikan
Pendidikan Islam
bertujuan untuk membimbing manusia agar berakhlak mulia, terampil, cerdas,
bertanggung jawab atas keselamatan serta kemaslahatan dirinya dan masyarakat.
Dan, dari kisah Nabi Musa dan Khidir, maka latar belakang Musa ini kiranya
menjadi bahan masukan bagi Nabi Khidir dalam merumuskan tujuan pendidikan,
yakni pembinaan akhlak, dari kesombongan berbalik menjadi tawadhu (rendah hati)
dalam situasi bagaimanapun.
Peserta Didik
Pendidikan
berjalan dengan baik apabila kesediaan dan kesetiaan antara peserta didik dan
pendidik senantiasa terjaga. Agar peserta didik dapat memiliki ilmu, ia dituntut
untuk memiliki sifat-sifat tertentu. Maka jelaslah bahwa kisah Nabi Musa as.
tersebut memberikan tamsil pada kita, bahwa seorang peserta didik harus
berusaha untuk memiliki kriteria-kriteria yang beberapa diantaranya adalah
motivasi yang tinggi, memiliki sikap sopan santun dan rendah diri.
Pendidik
Pendidik/Guru
adalah salah satu komponen pendidikan yang memegang peranan penting dalam
membantu dan mengarahkan peserta didik. Sebagai seorang guru yang digugu dan
ditiru, maka ia di tuntut memiliki karakteristik yang baik untuk mempengaruhi
anak didiknya. Seperti yang tergambar jelas dalam kisah Nabi Khidir sebagai
pendidik dan Nabi Musa sebagai peserta didiknya.
Metode Pendidikan
Metode pendidikan
merupakan cara yang dipakai untuk mencapai tujuan pendidikan. Metode pendidikan
ini bermacam-macam. Dan berdasarkan kisah tersebut, tampak bahwa Nabi Khidir
menggunakan metode uswah hasanah atau memberi tauladan yang baik, yaitu selalu
berdisiplin, menepati janji, dan sadar akan tujuan. Ajaran tersebut merupakan bagian
dari akhlak yang baik, dan dapat dijadikan pedoman bagi masyarakat muslim agar
selalu disiplin, menepati janji dan lain-lain.
Situasi Pendidikan
Pada dasarnya,
pendidikan merupakan proses interaksi antara pendidik dengan peserta didik
dalam rangka mencapai tujuan pendidikan. Setiap proses interaksi terjadi dalam
ikatan suatu situasi, tidak dalam alam hampa. Diantara berbagai jenis situasi
itu terdapat situasi yang terdapat satu jenis situasi khusus, yakni situasi
pendidikan atau situasi edukatif.
Dan, jika menyimak dialog yang terjadi antara Musa dan Khidir, maka tercermin suatu situasi yang edukatif. Yang menonjol dalam interaksi itu adalah peranan guru dengan sifat dan sikapnya yang positif; seperti kasih sayang, sabar, terbuka, dan menghargai peserta didik sebagai pribadi yang memiliki harga diri serta rendah diri. Dan ini harusnya menjadi contoh bagi kaum muslimin, khususnya bagi seorang pendidik/guru; bagaimana akhlak yang diterapkan Khidir tersebut bisa kita aplikasikan dalam proses pembelajaran kita sehari-hari.
Masih berdasarkan peristiwa pertemuan antara kedua Nabi tersebut yang kemudian menghasilkan sebuah proses pembelajaran dan pendidikan maka dapat diketahui nilai-nilai pendidikan, antara lain:
Dan, jika menyimak dialog yang terjadi antara Musa dan Khidir, maka tercermin suatu situasi yang edukatif. Yang menonjol dalam interaksi itu adalah peranan guru dengan sifat dan sikapnya yang positif; seperti kasih sayang, sabar, terbuka, dan menghargai peserta didik sebagai pribadi yang memiliki harga diri serta rendah diri. Dan ini harusnya menjadi contoh bagi kaum muslimin, khususnya bagi seorang pendidik/guru; bagaimana akhlak yang diterapkan Khidir tersebut bisa kita aplikasikan dalam proses pembelajaran kita sehari-hari.
Masih berdasarkan peristiwa pertemuan antara kedua Nabi tersebut yang kemudian menghasilkan sebuah proses pembelajaran dan pendidikan maka dapat diketahui nilai-nilai pendidikan, antara lain:
1. Kode etik/akhlak yang berhubungan dengan permohonan menjadi peserta didik.
Dalam hal ini, hendaknya seorang calon peserta didik memperlihatkan motifasi dan keseriusannya dengan ungkapan sopan dan tawadhu’.
Dalam hal ini, hendaknya seorang calon peserta didik memperlihatkan motifasi dan keseriusannya dengan ungkapan sopan dan tawadhu’.
2. Pendidik harus mengetahui minat dan bakat yang dimiliki peserta didik.
Pendidik harus dapat menempatkan diri sebagai orang tua kedua, dengan mengemban tugas yang dipercayakan orang tua/wali peserta didik dalam jangka waktu tertentu. Untuk itu, pemahaman terhadap jiwa dan watak peserta didik diperlukan agar dapat dengan mudah memahami jiwa dan watak mereka. Salah satu contoh misalnya, sebelum dimulai proses pembelajaran, pendidik harus mengetahui minat belajar peserta didiknya. Karena minat, bakat, kemampuan dan potensi-potensi yang dimiliki oleh peserta didik tidak akan berkembang tanpa bantuan guru.
Pendidik harus dapat menempatkan diri sebagai orang tua kedua, dengan mengemban tugas yang dipercayakan orang tua/wali peserta didik dalam jangka waktu tertentu. Untuk itu, pemahaman terhadap jiwa dan watak peserta didik diperlukan agar dapat dengan mudah memahami jiwa dan watak mereka. Salah satu contoh misalnya, sebelum dimulai proses pembelajaran, pendidik harus mengetahui minat belajar peserta didiknya. Karena minat, bakat, kemampuan dan potensi-potensi yang dimiliki oleh peserta didik tidak akan berkembang tanpa bantuan guru.
3. Pendidik harus melakukan kontrak belajar setelah mengetahui minat dan bakat
peserta didik.
Pada proses pembelajaran selanjutnya, kontrak belajar akan menjadi peraturan yang mengikat antara pendidik dengan peserta didiknya. Jika dalam proses pembelajaran tanpa ada kontrak belajar, bisa jadi akan menyebabkan ketidakseriusan, baik di pihak pendidik maupun peserta didik.
Pada proses pembelajaran selanjutnya, kontrak belajar akan menjadi peraturan yang mengikat antara pendidik dengan peserta didiknya. Jika dalam proses pembelajaran tanpa ada kontrak belajar, bisa jadi akan menyebabkan ketidakseriusan, baik di pihak pendidik maupun peserta didik.
4. Pendidik hendaknya memahami tingkat pemikiran dan pemahaman (intelektual)
peserta didik.
Akal dan pengetahun setiap orang berbeda-beda, baik dari satu individu terhadap individu lainnya, ataupun antara satu kelompok dengan kelompok lainnya. Begitupun tugas seorang pendidik, harus memahami tingkat intelektual peserta didiknya.
Akal dan pengetahun setiap orang berbeda-beda, baik dari satu individu terhadap individu lainnya, ataupun antara satu kelompok dengan kelompok lainnya. Begitupun tugas seorang pendidik, harus memahami tingkat intelektual peserta didiknya.
5. Pendidik hendaknya memberikan kesempatan bertanya kepada peserta didik.
Bertanya dapat menghindari kesalahan dan kesamaran yang terkadang ada pada peserta didik. Ketika pendidik telah selesai menjelaskan pelajaran, ia tidak mengetahui apakah seluruh peserta didiknya sudah memahami pelajaran yang ia terangkan seluruhnya, atau tidak. Cara untuk mengetahui hal itu adalah dengan bertanya kepada mereka tentang sebagian apa yang di jelaskannya. Namun cara yang lebih baik adalah dengan terlebih dahulu memberi kesempatan kepada peserta didik untuk bertanya tentang bagian pelajaran yang sulit di pahami. Melalui pertanyaan, makna-makna tertentu yang tidak ia pahami dan mengerti dapat menjadi lebih jelas.
Bertanya dapat menghindari kesalahan dan kesamaran yang terkadang ada pada peserta didik. Ketika pendidik telah selesai menjelaskan pelajaran, ia tidak mengetahui apakah seluruh peserta didiknya sudah memahami pelajaran yang ia terangkan seluruhnya, atau tidak. Cara untuk mengetahui hal itu adalah dengan bertanya kepada mereka tentang sebagian apa yang di jelaskannya. Namun cara yang lebih baik adalah dengan terlebih dahulu memberi kesempatan kepada peserta didik untuk bertanya tentang bagian pelajaran yang sulit di pahami. Melalui pertanyaan, makna-makna tertentu yang tidak ia pahami dan mengerti dapat menjadi lebih jelas.
Posting Komentar